Annyeong haseyo chingudeul..
setelah lama posting nothing di sini akhirnya saya bisa posting lagi.
Ini FF pertama saya, mian kalo aneh. Soalnya baru kali ini nyoba bikin FF. Trima kritik, saran, dan masukan kok.
kamsahamnida..
Selamat membacaa :)
Tittle : Annyeong Jong Woon Oppa
Author : Ajeng Lestari
Cast : Aglaya, Andre, Yesung, dan member SJ lainnya
NC : Tentuin sendiri aja. Yang penting bagi yang masih 17 ke bawah belum di anjurkan membaca :p
ANNYEONG
JONG WOON OPPA
Aglaya
memejamkan matanya dan mencengkeram erat kursi pesawat saat ia merasakan
pesawat mulai bergerak turun dan akan landing di lapangan bandara. Ia paling
membenci bagian take off dan landing karena ia merasa seluruh isi perutnya akan
keluar saat ia melewati bagian ini walaupun sebenarnya ia sangat menyukai naik
pesawat dibandingkan naik transportasi yang lain. Akhirnya setelah beberapa
saat merasakan sensasi landing Aglaya merasa lega karena pesawat mendarat
dengan mulus. Ia kemudian menoleh ke arah kakak yang duduk di sebelahnya dan
kemudian bertanya dengan memasang wajah tak percaya, “kita beneran di Korea,
Kak?”.
Kakaknya
hanya menoleh sesaat lalu mengedikkan bahunya, “entahlah, kau pikir saja
sendiri,” jawabnya asal kemudian ia bangkit dari kursinya dan mulai berjalan
keluar dari pesawat tanpa mengajak adiknya untuk turun bersama. Benar-benar
kakak yang sangat cuek.
Aglaya
tak menyadari jika kakaknya sudah mulai berjalan keluar pesawat karena dia
masih bengong setelah mendengar jawaban dari kakaknya itu.
“Ya,
Oppa! Tunggu aku,” teriaknya sesaat setelah ia kembali ke dunia nyatanya. Ia
segera berlari menyusul Andre, kakaknya. “Ya, Oppa!” panggilnya lagi. Kali ini
Aya berhasil mensejajari langkah Andre dan mengikuti langkahnya sambil
terengah-engah. “Oppa, kenapa kau meninggalkanku?” tanyanya dengan nada sedikit
kesal. Namun yang ditanya sama sekali tidak menjawab dan malah mempercepat
langkahnya. “Ya, Oppa! Kenapa kau diam saja? Ayo jawab pertanyaanku, kenapa kau
meninggalkanku tadi?” namun Andre tetap tidak menjawab walaupun Aya terus saja
merengek bertanya. “Oppa! Oppa!”
Andre
kemudian menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Aglaya dengan memasang
wajah kesal karena tak tahan mendengar rengekan adiknya itu. “Berhentilah
memanggilku ‘Opa’! Aku ini Kakakmu, bukan Opamu.” Dia kemudian memutar badannya
dan berjalan dengan langkah yang lebih cepat karena udara terasa semakin
menusuk tulang.
Aglaya
hanya terbengong setelah mendengar perkataan kakaknya dan kemudian ia tertawa
sambil berlari mengejar kakaknya,
berusaha mensejajari langkah kakaknya yang panjang dan cepat.
“Hei
aku tidak memanggilmu dengan sebutan ‘opa’ tapi ‘oppa’, double ‘p’ Kak. Ini kan
di Korea jadi aku harus memanggilmu dengan sebutan ‘oppa’,” jelas Aglaya sambil
nyengir menunjukkan deretan giginya yang kecil dan rapi.
“Kau
ini benar-benar…” Andre hanya mendelikkan mata lalu kembali berjalan cepat.
Kali ini ia menyeret lengan adiknya agar tak tertinggal oleh langkah
panjangnya.
Mereka
mengantre di bagian imigrasi untuk mengurus dokumen kedatangan mereka sekaligus
mengambil barang-barang yang mereka bawa setelah selesai diperiksa di bagian
keamanan. Mereka berdua melewati lobi bandara dengan langkah cepat karena waktu
hampir menunjukkan pukul sembilan malam dan mereka harus sudah tiba di
apartemen pukul sepuluh malam jika tidak ingin mati beku di luar. Udara musim
dingin di Korea memang sangat ganas. Apalagi jika sudah lewat pukul sepuluh
malam. Kau dapat mati beku jika kau terus
saja berada di luar ruangan.
Aglaya
memandangi lobi bandara dengan tatapan takjub. Arsitektur Bandara Incheon
memang sungguh mengesankan. Lobi Incheon sangatlah luas dan ditata dengan apik
oleh arsiteknya. “Wah, it’s so amazing! Bandaranya nggak kaya di Indonesia ya,
Kak? Aku belum pernah melihat bandara semewah ini sebelumnya. Banyak alat-alat
canggih di sini.” Aglaya terus saja ngoceh dan pandangannya masih
berputar-putar mengelilingi Incheon.
Andre
hanya diam saja, tidak menanggapi perkataan adiknya dan ia terus saja berjalan
cepat sambil menyeret lengan Aglaya menuju deretan taksi yang dengan setia
menunggu penumpang keluar dari Incheon untuk pulang ke apartemennya.
***
“Annyeong
haseyo,” Aglaya dengan ceria mengucapkan salam kepada setiap orang yang
dijumpainya di jalan. Ini adalah hari pertama Aglaya berada di Korea. Ia sedang
berjalan-jalan di sekitar apartemen kakaknya di kawasan Gwangjin. Dia beruntung
sekali memiliki kakak yang tinggal di salah satu kawasan elit di Korea
tersebut. Ia berharap dengan
berjalan-jalan di sekitar kawasan Gwangjin ini, ia dapat bertemu dengan
idolanya Yesung ‘SJ’. Tapi setelah dipikir-pikir rasanya tak mungkin dapat
bertemu salah satu member SJ tersebut. Ia pasti sangat sibuk dengan schedule
yang dimilikinya. Jadi mana mungkin ia punya waktu luang hanya untuk
berjalan-jalan di sekitar kawasan pertokoan di Gwangjin.
Aglaya
masih saja berputar-putar di kawasan Gwangjin. Dia menikmati pagi musim dingin
pertamanya di Korea. Udaranya tidak sedingin udara semalam. Walaupun kakaknya
sudah menyalakan ondol atau penghangat ruangan, ia tetap saja merasa kedinginan
dan akhirnya dia tidur menggunakan dua lapis selimut tebal. Mungkin dia belum
terbiasa merasakan udara musim dingin karena terang saja selama ini dia tinggal
di Indonesia, negara yang hanya memiliki dua macam musim sepanjang tahunnya.
Setelah
dirasa cukup lelah berjalan, ia akhirnya memasuki salah satu toko di kawasan
tersebut. Ia berniat membeli syal dan mantel musim dingin karena syal dan
mantel yang ia miliki di sini hanya sedikit dan itu pun sudah cukup usang. Dia
berjalan menuju jajaran syal dan langsung tertarik dengan syal berwarna merah yang
dipadu warna hitam kesukaannya. Kebetulan sekali ia menemukan syal cantik itu,
merah adalah favorit Yesung sementara hitam warna favoritnya. Cocok sekali.
Aglaya tersenyum simpul dan dengan cekatan dia mengambil syal tersebut sebelum
didahului orang lain karena itu hanya tinggal satu-satunya.
Tanpa
menunggu waktu lagi ia segera menghambur ke jajaran mantel. Dia terlihat
bingung memilih mantel karena model yang ditawarkan begitu cantik dan lucu
sehingga membuat si pembeli kebingungan untuk memilih dan membuat mereka ingin
membeli semuanya. Tentu saja Aglaya tidak bisa untuk membeli semuanya karena
uang yang diberikan kakaknya sangat sangat terbatas. Akhirnya setelah hampir
menghabisan waktu selama tiga puluh menit, ia memutuskan untuk membeli mantel
berwarna kulit sapi dan satu lagi berwarna merah muda.
Setelah
membayar barang belanjaannya tersebut, ia segera keluar dan kembali ke
apartemen kakaknya. Sebelumnya ia berpikir akan mampir ke sebuah coffee shop
untuk mengisi perutnya yang sedari pagi belum terisi. Tapi kemudian ia
memutuskan untuk sarapan di apartemen saja karena ia tahu kakaknya akan
memarahinya jika ia terlalu lama di luar. Maklum, kakaknya takut adiknya
tersesat karena ia belum mengenal persis kawasan tersebut.
Aglaya
berjalan dengan langkah cepat karena udara terasa semakin dingin. Cuaca kadang
memang tidak bisa diprediksi. Dia mulai menggigil kedinginan karena dia nekat
hanya menggunakan satu lapis baju hangat. Dia juga lupa mengenakan sarung
tangan dan akibatnya tangan yang menggenggam kantung belanjaan tersebut mulai
membeku. Hidungnya juga mulai kelihatan memerah karena dinginnya cuaca. Ia
semakin mempercepat langkahnya agar segera sampai di apartemen. Namun di tengah
perjalanan pulangnya, tiba-tiba ia merasa pusing dan badannya terasa sangat
lemah. Ia tahu, gejala dehidrasinya kambuh karena tadi pagi, selain tidak
sarapan ia juga belum sempat minum. Dehidrasinya akan cepat kambuh apabila ia
terlalu banyak berjalan, apalagi ditambah dengan kondisi cuaca yang dingin yang
mengakibatkan tubuh lebih cepat mengalami penguapan untuk menjaga stabilitas
kehangatan di dalam tubuh yang tentunya akan mempercepat terjadinya gejala
dehidrasi.
Aglaya
masih saja berjalan dengan kondisinya yang sudah mulai pucat. Ia tidak berniat berhenti
untuk sekadar membeli minuman yang tentunya dapat membantunya untuk mengurangi
dehidrasi yang ia alami. Ia terus saja berjalan dan semakin mempercepat
langkahnya agar segera sampai di apartemen kakaknya. Namun karena kondisi
tubuhnya yang semakin lemah, ia akhirnya terhuyung sebelum akhirnya menjatuhkan
seluruh badannya di jalan di atas tumpukan salju yang semakin menebal.
***
Aglaya
mengerjap-ngerjapkan matanya sambil memandang aneh seluruh ruangan yang
berwarna serba putih tersebut. Ia tidak tahu sedang berada dimana dan tidak
menyadari tentang kondisi terakhirnya.
“Oh,
kau sudah sadar?” tanya seseorang yang sedari tadi menungguinya dengan Bahasa Korea.
Aglaya
segera menoleh ke arah sumber suara tersebut yang ternyata berasal dari seorang
pria bertopi yang memakai mantel hitam yang dengan setia menungguinya sambil
duduk di sebelah ranjangnya.
“Oh,
mwo?” tanya Aglaya dengan bingung, ia tidak terlalu mengerti bahasa korea.
“Uhm, jwiseonghamnida, could you speak English? I don’t speak Korean well,”
lanjutnya sambil tersenyum malu.
Pria
itu segera mengangguk mengerti. “Of course. What’s your name? and why you could
be like this?” tanya pria itu kemudian.
“Aglaya,
or just call me Aya. Ehm, I got
dehydration because I forget to drink some water this morning.”
“Ah,
kau sengaja membahayakan nyawamu? Kau tahu ini musim dingin, kenapa kau tak
memperbanyak cairan untuk tubuhmu?”
“Sorry,
aku hanya terlalu excited untuk menikmati pagi pertamaku di Korea,” ungkapnya
sambil membela diri. Ia berpikir kenapa orang ini memarahinya, padahal mereka
baru saja kenal. Cerewet sekali. Orang itu juga dari tadi tidak membuka
topinya. Sangat tidak sopan berbicara dengan seseorang di dalam ruangan dengan
muka yang sepertinya sengaja disembunyikan dari pandangan orang lain. “By the
way, what’s your name?” lanjut Aya setelah terdiam beberapa saat.
Pria
itu terkesan ragu-ragu untuk mengatakan namanya. Ia terdiam selama beberapa
saat sebelum akhirnya ia membuka topi yang dikenakannya selama ini. Ia kemudian
menatap wajah Aglaya sambil tersenyum. “You’ve known who I am, right?”
Aglaya
membelalakkan matanya lalu memejamkannya dan membuka matanya lagi. Ia menepuk
dan mencubit pipinya berharap ia hanya bermimpi. Tapi kemudian ia mengaduh
karena merasakan sakit yang berarti itu bukan mimpi. Ia belum memercayai
pandangannya itu. Ia kemudian memejamkan matanya dan membukanya lagi. Namun
penglihatannya tetap masih sama. Pria dengan mata sipit, pipi cukup chubby dan
senyum yang sangat menawan duduk tegak di sampingnya. Ia kemudian tersadar
bahwa itu bukanlah mimpi. Itu kenyataan.
“E-eh-ehm
Ye-sung-ssi?” tanyanya terbata-bata seakan tidak percaya dengan orang yang
dihadapinya.
“Ne,
Yesung imnida,” jawab pria itu sambil mengembangkan senyumnya dan sedikit
membungkukkan badan.
***
“Oppa,
kita mau kemana?” tanya Aglaya di tengah perjalanannya bersama Yesung.
“Ke
dorm,” jawab Yesung singkat.
“Dorm?
Tapi aku belum ijin kakakku untuk pergi denganmu,Oppa. Bisa-bisa aku bakal kena
marah kalo dia tahu aku pergi tanpa seijinnya dan bla bla bla,” Aglaya mengoceh
panjang lebar.
Yesung hanya tersenyum mendengar ocehan
yang dilontarkan Aglaya kepadanya. Ia kemudian mendekati Aglaya lalu meraih
satu tangannya dan menariknya kembali masuk ke apartemen. “Kalau begitu ayo
kita minta ijin dengan kakakmu, aku yang akan meminta ijin membawamu pergi.”
Aglaya terbengong sesaat tapi kemudian
ia menurut saja. Ia takut kakaknya tak akan memberinya ijin untuk
berjalan-jalan karena ia memang dilarang untuk dekat dengan orang Korea. Selain
itu ia juga belum bercerita jika akhir-akhir ini ia dekat dengan Yesung.
Akhirnya mereka berdua sampai di depan
pintu apartemen. Yesung memencet bel apartemen. Setelah menunggu beberapa saat
akhirnya pintu terbuka. Andre terdiam menatap kedua tamunya. Selama beberapa
saat mereka terdiam. Namun akhirnya Yesung membuka suara terlebih dahulu.
“Andre-ssi. Apa kabar Hyung?” tanyanya
dengan riang kemudian dia menghambur memeluk Andre, kakak Aglaya.”
“Ah, Yesung-ah. Aku baik-baik saja,
bagaimana denganmu? Lama tidak bertemu,” jawab Andre sambil membalas memeluk
teman dekatnya tersebut.
“Nado gwaenchanha,” balas Yesung seraya
melepaskan pelukan mereka.
Aglaya yang menyaksikan kejadian
tersebut hanya dapat terbengong menatap dua pria di depannya. Ia tidak
menyangka kedua orang tersebut ternyata saling kenal. Ia masih terpaku beberapa
saat hingga akhirnya berani membuka mulutnya. “K-ka-kalian saling kenal?”
tanyanya ragu-ragu.
Kedua pria yang sedang asyik mengobrol
itu menoleh kemudian mengiyakan secara bersamaan. Lalu Andre menyuruh mereka
masuk ke dalam.
“Aya-ya,” panggil Yesung saat masuk ke
apartemen. “Kenapa kau tidak pernah bilang jika Hyung ini Oppamu?” lanjutnya
seraya duduk di kursi.
“Andre Oppa tak pernah cerita padaku
kalau dia mengenal Yesung Oppa. Jadi mana mungkin aku bisa cerita ke Oppa
tentang Andre Oppa,” jawabnya sedikit kesal karena merasa disalahkan oleh
Yesung karena tak menceritakan tentang Andre kepadanya.
“Ya! Hyung, jadi kau tidak pernah
menceritakanku kepada dongsaengmu ini? Padahal dia kan penggemar beratku,”
tanya Yesung kepada Andre yang kemudian hanya dijawab dengan tertawa oleh kakak
Aglaya tersebut.
“Hyung, kenapa kau malah tertawa?”
“Karena aku tahu bahwa adikku adalah
penggemarmu, jadi aku malas bercerita tentangmu?” jawab Andre akhirnya.
“Tapi kenapa Hyung?” Yesung penasaran.
“Dia pasti akan mewawancaraiku seputar
dirimu, dan tentu saja dia akan mengabarkan ke seluruh teman-temannya jika
kakaknya mengenal Yesung Super Junior. Dan kau tahu apa yang akan terjadi
dirumahku jika hal tersebut benar-benar terjadi? Rumahku akan berubah seperti
pasar setiap harinya karena teman-teman Aya akan datang untuk mewawancaraiku
tentang dirimu dan bla bla bla…” Andre menjelaskan panjang lebar. Sementara Aglaya
hanya cemberut sambil menatap kakaknya dengan tatapan evil.
“Bagaimana kalian berdua bisa saling
kenal?” tanya Aya kemudian.
“Hyung itu dulu kakak kelasku di kampus.
Dia orangnya ramah dan sangat baik sehingga aku merasa nyaman berteman
dengannya,” jawab Yesung singkat.
Aglaya terkejut mendengar pujian Yesung
atas kakaknya itu. “Andre Oppa ramah dan sangat baik? Maldo andwae, Oppa. Neomu
maldo andwae. Dia sangat jahat kepadaku,” ungkap Aglaya kemudian.
Yesung hanya tertawa mendengar pengaduan
Aglaya. Dia tidak menanggapinya sama sekali.
“Yesung-ah,” suara Andre memecah
keheningan yang terjadi beberapa saat.
“Ne, Hyung?”
“Bagaimana kau bisa mengenal adikku?”
“Aku menemukannya pingsan di jalan dan
kemudian membawanya ke klinik terdekat,” jawab Yesung jujur.
“Pingsan?” tanya Andre kaget. Kemudian
ia menatap Aglaya dengan tatapan ‘kau akan mati malam ini’. Yang diberi tatapan
tersebut hanya bisa nyengir kuda kemudian membalas kakaknya dengan tatapan
‘maafkan aku kak’.
“Ne, dia mengaku kalau dehidrasinya kambuh
karena lupa minum pagi itu,” jawab Yesung. “Dia tak pernah menceritakannya
kepadamu, Hyung?” lanjutnya kemudian.
Andre hanya menggelengkan kepalanya.
Yesung terkejut melihatnya lalu ia menoleh ke arah Aglaya, siap untuk
memarahinya.
“Ya! Aya-ya. Kenapa kau tak menceritakan
hal ini kepada Oppamu, hah?”
“Mianhae, jeongmal mianhae. Aku takut
kakakku marah,” jawab Aglaya penuh penyesalan.
“Ah neo, jeongmal..” balas Yesung dengan
tatapan sedikit kesal.
***
“Oppa..” panggil Aya kepada Yesung yang
sedikit berjalan di depannya.
“Ne? Kau lelah chagiya? tanyanya dengan
senyum yang selalu mengembang di bibirnya.
Aglaya menganggukkan kepala. Kemudian
Yesung mendekatinya dan menggandeng tangannya lalu mengajak Aya untuk mencari
tempat beristirahat di pinggiran Sungai Han. Yesung mengajak Aya duduk di
rerumputan sambil menikmati udara awal musim semi. Tak disangka sudah sebulan
ia berada di Korea. Ia datang ke sini akhir musim dingin lalu. Dan dua minggu
lagi ia akan kembali ke Indonesia karena liburannya akan segera berakhir dan
dia harus menyiapkan diri untuk masuk ke perguruan tinggi setelah selama tiga
tahun mengenyam pendidikan di SMA.
“Aya-ya..” suara Yesung memecah
kesunyian di antara mereka berdua.
“Ne?”
“Dua minggu lagi kau akan kembali ke
Indonesia kan?” tanya Yesung dengan nada sedih.
“Ne Oppa, waeyo?”
“Aku pasti akan sangat sedih
ditinggalkan olehmu. Kau baru saja menjadi yeoja chinguku tapi sebentar lagi
kau akan meninggalkanku,” keluhnya seraya menyandarkan kepalanya ke bahu
Aglaya.
“Kau tidak boleh berkata begitu Oppa,
aku sebenarnya juga merasa sedih dengan hal ini. Tapi kita kan masih bisa
berhubungan lewat telepon, skype, dan jejaring sosial lainnya. Atau jika Oppa
ada waktu, Oppa bisa berkunjung ke Indonesia.”
“Tapi aku tetap akan merasa sedih
sekali…”
“Sudahlah Oppa, jangan memikirkan hal
itu lagi,” ungkap Aglaya sambil memeluk namja chingunya itu.
“Aya-ya..”
“Ne?”
“Kenapa kau tidak melanjutkan kuliah di
sini saja?”
“Mian Oppa. Eommaku belum
mengijinkannya..” jawab Aglaya lemah.
“Tapi di sini ada Hyung dan juga aku
yang akan menjagamu,” balas Yesung dengan sedikit mengerang.
“Aku sudah pernah bilang pada Eomma,
tapi beliau belum mengijinkanku untuk kuliah di sini meskipun ada Andre Oppa
dan Jong Woon Oppa.”
“Jong Woon Oppa?” Yesung sedikit
terkejut mendengar nama itu.
“Ne, bolehkah aku memanggilmu dengan
Jong Woon Oppa? Aku merasa tidak nyaman jika memanggilmu Yesung Oppa.”
Mata Yesung berbinar mendengar
penjelasan Aglaya tentang panggilan yang akan di terimanya. Dia memang
merindukan ada seseorang selain keluarganya yang memanggilnya menggunakan nama
aslinya Kim Jong Woon. “Ne chagiya, keureom. Aku senang sekali kau mau
memanggilku dengan nama asliku,” katanya kemudian sambil mengeratkan pelukannya
terhadap Aglaya.
Pemandangan di sekitar Sungai Han sore
ini terlihat indah. Orang-orang banyak yang bermain air walaupun air di sini
masih terasa dingin karena sempat membeku saat musim dingin lalu. Lampu-lampu
kota sudah mulai menyala karena sebentar lagi matahari akan kembali ke
peraduannya.
Jong Woon menarik tangan Aglaya seraya
mengajaknya pulang. Namun sebelum pulang mereka memutuskan untuk mampir ke dorm
SuJu atas permintaan Aglaya. Aya ingin mengucapkan salam perpisahan kepada
oppadeul karena selama dua minggu ke depan mungkin mereka tidak akan dapat
bertemu karena kesibukan masing-masing.
Setelah berjalan kaki selama beberapa
saat, akhirnya mereka berdua sampai ke dormnya oppadeul. Leeteuk lah yang
pertama kali membukakan pintu dan langsung menyuruh mereka masuk ke dalam.
“Aya-ya, apa kabar?” sapa Khuhyun yang
kebetulan sedang berada di ruang tengah menonton TV. Sungmin yang berada di
sebelahnya sontak menoleh saat mendengar nama Aya dipanggil. Ia kemudian juga
menanyakan kabar kepada yeoja chingu hyungnya itu.
“Gwaenchanha,” jawab Aglaya sambil
tersenyum. “Oppa Gwaenchanhayo?” lanjutnya kemudian.
“Keureom ne chagiya,” jawab duo Kyumin
itu bersamaan.
Setelah menyuruh kedua tamunya duduk
Leeteuk langsung dengan heboh berlari ke arah kamar member lain dan menyuruh
mereka untuk segera keluar karena ada tamu istimewa datang.
“Ya! Hyung, janganlah kau terlalu
berlebihan. Kami kan hanya dongsaengmu,” seru Yesung pada leader SJ itu karena
tak tahan melihat perilakunya yang sangat konyol.
“Kalian ini dongsaeng yang istimewa
bagiku,” sahutnya masih dengan berlari-lari ke kamar member yang belum keluar.
Setelah sang leader berkelana dari kamar
satu ke kamar lainnya, seluruh member SJ berkumpul di ruang tengah untuk
menemui apa yang dibilang sang leader sebagai tamu istimewa. Mereka semua lalu
memberi salam kepada tamunya tersebut dan bertanya kabar kepada Aglaya.
“Jadi, kenapa kau kesini Aya-ya?
Sepertinya ada hal penting yang ingin kau bicarakan kepada kami semua,” tanya Donghae
kemudian disusul anggukan oleh member lainnya.
“Ne Oppa, aku kesini mau pamitan kepada
kalian semua,” jawab Aya jujur.
“Pamitan?” tanya Enhyuk, Ryeowook, dan
Shindong secara bersamaan.
“Dua minggu lagi aku harus pulang ke
Indonesia untuk kuliah di sana,” jelas Aglaya dengan perasaan sedih.
“Mwo?!” semua member berteriak bersamaan
mendengar pemaparan Aglaya.
“Kenapa kau tidak melanjutkan kuliah di
sini saja?” kali ini giliran Leeteuk bertanya.
“Kau tega meninggalkan Hyung di sini?”
Ryeowook menambahkan.
“Eomma belum mengijinkanku kuliah di
sini. Aku juga tak tega meninggalkan Jong Woon Oppa. Aku sangat menyayanginya,”
jelas Aglaya.
“Kenapa Eommamu tak mengijinkan kau
tinggal di sini. Di sini kan ada Oppamu, Hyung, dan juga kami yang akan selalu
menjagamu,” kali ini giliran Siwon buka suara.
“Aku tidak tahu Oppa,” Aglaya menggeleng
sedih.
Ruang tengah sunyi untuk beberapa saat.
Semua penghuni sibuk terhadap pikiran mereka masing-masing. Ryeowook terlihat
sangat sedih saat mendengar bahwa Aya akan kembali ke Indonesia karena itu
berarti tak ada yang akan membantunya lagi dalam memasak hidangan dari
Indonesia. Member lainnya pun juga merasa demikian. Namun perasaan sedih yang
amat sangat tentu saja dirasakan oleh Yesung. Secara diam-diam ternyata ia terisak
di tengah kesunyian yang melanda mereka. Hal itu tentu saja mengejutkan semua
member juga Aglaya. Tanpa pikir panjang, semua member menghambur ke arah Yesung
dan memeluknya juga Aglaya. Mereka semua pun akhirnya menangis bersama. Tak
rela jika Aya harus meninggalkan Korea dua minggu lagi.
***
“Ya Oppa!” seru Aglaya tiba-tiba.
“Ne, waeyo?”
“Oppa, kau janganlah berjalan di
belakangku.”
“Memangnya kenapa jika aku berjalan
dibelakangmu?” tanya Yesung penasaran.
“Kau membuat punggungku terasa dingin. Berjalanlah
di depanku saja Oppa,” jawab Aglaya.
Yesung hanya terbengong mendengarkan
pernyataan Aglaya. Sepertinya semua orang selalu merasa bagian tubuh belakang
mereka terasa dingin jika ia berada dibelakang mereka. “Kenapa semua orang
selalu merasa tidak suka jika aku berjalan di belakang mereka?” gumamnya sambil
terus berjalan.
“Ya Oppa! Kau tidak mendengarku?
Berjalanlah di depanku saja,” kini Aglaya mengatakannya sambil setengah
berteriak.
“Keureom, kau cerewet sekali malam ini,”
keluh Yesung sambil berjalan di depan Aglaya. Namun tiba-tiba saja ia berhenti
dan tentu saja membuat kepala Aglaya menabrak punggungnya dan menyebabkan Aya
mengaduh kesakitan. “Aku tidak mau berjalan di depanmu. Di sini banyak sekali
stalker, aku tak mau mereka mencelakaimu. Jadi aku akan berjalan di sampingmu
saja,” katanya kemudian.
Mereka berjalan sambil bergandengan
tangan melewati gang-gang yang tidak terlalu lebar menuju apartemen yang dihuni
oleh Aglaya dan Andre. Kali ini mereka tidak lewat jalan yang biasa mereka lewati
untuk pulang ke apartemen. Mereka memilih jalan memutar yang lebih jauh karena
ingin mencoba menjelajah daerah di sekitar apartemen tersebut.
Keduanya berjalan dalam diam, tak
berbicara sepatah kata pun. Hanya genggaman tangan mereka yang semakin erat.
Entah mengapa suasana malam ini begitu sepi, tidak seperti biasanya yang selalu
ramai. Lampu-lampu di sekitar gang tersebut juga banyak yang sudah padam.
Padahal ini baru jam sepuluh malam. Biasanya sampai pagi pun tak ada satu lampu
pun yang padam di kawasan ini.
Tiba-tiba langkah Yesung terhenti. Hal
ini sontak membuat Aglaya kaget. “Oppa, waeyo?” tanya Aglaya penasaran.
“Ah, kita beneran mau lewat sini?”
“Memang kenapa Oppa?”
“Memangnya kau tidak tahu? Di depan sana
ada bekas kedai teh yang katanya sangat berhantu,” kata Yesung menjelaskan.
Aglaya terkikik mendengar penjelasan
namja chingunya tersebut. “Aku tahu, Oppa. Memangnya kenapa? Oppa takut?”
katanya kemudian.
Yesung sedikit tersentak dengan
pertanyaan Aya. “Ah, aniya. Aku tidak takut sama sekali.”
“Jinjjayo Oppa? Aku dengar dari salah
satu Ahjumma di sini bahwa di bekas kedai teh itu ada hantu wanita tua yang
sangat mengerikan. Penampilannya sungguh mengerikan, lumuran darah ada
dimana-mana.”
Yesung menggigit bibirnya mendengar
perkataan Aglaya. Bulu kuduknya mulai meremang. Tapi dia berusaha tidak
menampakan ketakutannya di depan Aya. Dia merasa gengsi. “Aniya. Aku tidak
takut,” jawabnya lantang.
“Jinjjayo?” Aglaya masih belum percaya
dengan Yesung. Sebenarnya dia sudah tau kalau Yesung ketakutan. Tangan namja
chingunya itu terasa dingin sekali. Namun ia ingin mengerjainya karena ia
sering menakut-nakuti orang lain padahal dia sendiri takut sekali dengan hantu.
“Aniya, aku tidak takut sama sekali.”
“Baiklah, ayo kita buktikan. Aku akan
berjalan terlebih dulu dan kau Oppa, kau menjagaku dari belakang. Bagaimana?”
Yesung kaget dengan tantangan yang
diberikan Aya. Namun akhirnya ia menyanggupinya. “Baiklah, mari kita lakukan.
Sana, kau jalan lebih dulu.”
Aglaya langsung berjalan di depan Yesung
setelah mendapat persetujuannya. Ia melangkahkan kakinya dengan cepat,
kadang-kadang ia pun berlari, sengaja ingin membuat Yesung tertinggal.
“Aya-ya! Jangan berlari!” seru Yesung
dari belakang. Ia mulai ketakutan. Seluruh bulu kuduknya sudah meremang.
Tengkuknya terasa dingin dan keringat dingin pun mulai keluar dari tubuhnya. Ia
sungguh ketakutan. Tepat di depan bekas kedai teh langkah kakinya terhenti. Ia
sudah tak melihat lagi sosok Aglaya di depannya. Dia kemudian menoleh ke arah
kedai tersebut. Ia ingin segera berlari dari tempat itu, namun kakinya tidak
mau diajak kompromi untuk melarikan diri dari tempat menyeramkan itu. Ia pun
hanya bisa terpaku sebelum akhirnya terduduk lemas karena ketakutan.
Aglaya terus saja berjalan dan kali ini
dengan langkah yang sangat pelan, sengaja menunggu Yesung yang berada di
belakangnya. Namun setelah menunggu beberapa saat, namja chingunya itu belum
juga muncul. Aya mulai merasa cemas dan bertanya-tanya apa yang terjadi dengan
Yesung. Ia pun memutuskan untuk kembali ke bekas kedai teh tersebut untuk
memastikan apakah Yesung masih ada disana atau tidak. Setelah berjalan beberapa
saat ia sampai di depan bekas kedai teh tersebut. Dia terkejut saat melihat
Yesung terduduk lemas sambil menunduk memegangi lututnya. Aya lalu mendekatinya
dan mendengar isakan dari mulut Yesung.
“Oppa,” panggil Aya pelan.
Yesung yang mendengar suara yang sangat
dikenalnya itu kemudian menegakkan kepalanya dan tanpa basa-basi langsung
memeluk Aglaya.
“Oppa, kenapa kau menangis?” Aglaya
bertanya sepelan mungkin sambil menggosok punggung Yesung dengan lembut.
“Kenapa kau meninggalkanku? Padahal kau
sudah tahu kan jika aku ketakutan? Kenapa masih meninggalkanku?” Yesung
merengek seperti anak kecil dalam pelukan Aya. Dia belum berhenti menangis.
“Mianhae Oppa. Jeongmal mianhae,” Aglaya
sungguh merasa bersalah dalam hal ini. Ia semakin mengeratkan pelukannya dan akhirnya, untuk pertama kalinya
ia menempelkan bibirnya ke bibir Yesung dengan lembut untuk menghentikan tangis
namja chingunya tersebut.
Yesung sempat kaget dengan perlakuan
Aya. Namun akhirnya ia membalas ciuman yeoja chingunya. Ia membalasnya dengan
sangat lembut. Mereka masih berpelukan ketika ciuman yang panjang dan lembut
itu berlangsung.
***
Para member SJ sudah berkumpul di depan apartemen
Aglaya untuk mengantar kepulangan Aya ke Indonesia. Mereka terlihat muram, tak
terkecuali Yesung yang sedari tadi sudah menahan air matanya agar tidak keluar.
Mereka berangkat ke Incheon Airport
dalam diam di sepanjang perjalanan. Terlarut pada pikiran mereka masing-masing.
Tak ada satu pun di antara mereka yang mengeluarkan suara sampai Aya mendapat
panggilan untuk segera masuk pesawat karena dalam waktu sepuluh menit lagi
pesawat akan take off dari Incheon menuju Bandara Soekarno Hatta di Tangerang.
Seluruh member SJ memberikan pelukan
hangat kepada Aya sebelum mereka benar-benar melepasnya kembali ke Indonesia.
“Oppa, kenapa kau menagis?” tanya Aya
ketika ia berada dalam pelukan namja chingunya.
“Aku sedih karena kau akan pulang ke
Indonesia. Kenapa kau tidak menetap saja di sini bersama kami? Bersama Andre
Hyung,” Yesung mencoba mengutarakan seluruh permintaannya.
“Mianhae Oppa, aku tidak bisa. Aku harus
melanjutkan pendidikanku di sana. Tapi aku janji Oppa, setiap liburan semester
aku berjanji akan selalu ke Korea untuk menemuimu. Oppa uljima,” jawab Aya
sambil tersenyum seraya melepaskan dirinya dari pelukan Yesung.
“Jinjjayo? Kau janji kan?” kali ini
Yesung sedikit lega. Walaupun hanya setiap enam bulan sekali ia dapat bertemu
Aya, setidaknya dia masih dapat bertemu langsung dengan yeoja chingunya
daripada tidak pernah bertemu sama sekali.
“Ne Oppa, aku janji,” kata Aglaya sambil
tersenyum. “Oppa, sudah saatnya aku naik ke pesawat. Aku pergi dulu. Jaga
dirimu baik-baik Oppa,” lanjut Aya kemudian setelah mendengar panggilan
terakhir dari petugas bandara agar dirinya segera naik pesawat.
“Keureom, kau juga harus jaga
kesehatanmu. Perbanyaklah minum agar kau tak dehidrasi lagi.”
“Ne Oppa, kamsahamnida telah
memperhatikanku.”
Aglaya melambaikan tangan kepada seluruh
orang yang mengantarnya. Ia mulai menitikkan air mata ketika harus meninggalkan
mereka semua.
“Aya-ya,” Yesung memanggilnya dan
berlari kearahnya kemudian memeluknya lagi. Kali ini pelukan itu terasa sangat
erat karena sepertinya Yesung tak ingin Aya pergi. Setelah beberapa saat,
akhirnya Yesung melepaskan pelukannya dan mencium lembut bibir Aglaya dalam
waktu yang cukup lama.
“Pergilah, jaga dirimu baik-baik Aya-ya.
Jangan lupa tepati janjimu,” kata Yesung kemudian mencoba tegar melepaskan kepergian
Aglaya.
“Keureom Oppa, Annyeong,” balas Aglaya
sambil melambaikan tangannya.
“Annyeong.”
FIN
0 komentar:
Post a Comment